Perspektif Audit: Hanya Mencari Kesalahan?


 Ketika mendengar kata audit, tentu banyak orang, terutama auditee, merasa risih dan resah. Mengapa? Banyak auditee yang berpikir bahwa auditor hanya mencari kesalahan mereka. Perspektif ini terus terbangun dan menciptakan cerita horor dan resistensi terhadap audit. Padahal, auditor bukan sosok yang menyeramkan. Lebih lanjut terkait hal itu, mengapa muncul perspektif  bahwa auditor adalah lawan bagi auditee?

sumber: jojonomic.com

 Pada praktik audit di lapangan, auditor memiliki misi bukan untuk mencari-cari kesalahan. Audit dilakukan dengan membandingkan laporan yang ada dengan beberapa kriteria, yakni kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan, kesesuaian dengan standar akuntansi yang ada, kesesuaian dan kekuatan sistem pengendalian intern, serta penyajian secara wajar dan terbuka. Untuk membuktikan hal tersebut, maka auditor akan melaksanakan pemeriksaan dengan serangkaian metode. Dalam pemeriksaan tersebut, jika terdapat hal yang melenceng (kesalahan), pasti auditor akan memberikan peringatan, misalnya temuan. Temuan ini wajib ditindaklanjuti oleh organisasi bersangkutan dengan perbaikan dan penyempurnaan. Perbaikan dan penyempurnaan inilah yang menjadi misidari auditor.

 Untuk melaksanakan misi tersebut, auditor memiliki sikap khusus. Sikap tersebut adalah skeptisisme profesional. Auditor wajib memiliki hasrat untuk mengetahui lebih, utamanya jika ada kesalahan, terhadap suatu permasalahan. Sikap ini dibangun bahkan dilatih sebagai bagian dari profesionalisme auditor. Tentu saja sikap ini tidak digunakan secara berlebih hingga menaruh curiga yang berlebihan. Dengan sikap kritis ini, tak jarang auditor menemukan temuan. Temuan ini yang diangkat dan harus diselesaikan oleh auditee sebagai wujud upaya perbaikan dan penyempurnaan dari organisasi.


 Secara alami, seseorang tidak akan mau disalahkan dan mengaku salah. Dalam sebuah organisasi, hal ini tentu sangat menghambat kemajuan organisasi. Akibatnya, mereka resisten terhadap audit dan mengambinghitamkan auditor yang melakukan pemeriksaan. Bahkan auditor sering mengalami “pembatasan” ketika memeriksa.

 Ibarat pepatah, tidak ada gading yang tak retak, auditor dan auditee wajib saling mengevaluasi dan membuka diri. Perspektif audit untuk mencari kesalahan harus dihapus dari pola pikir kita. Auditor dan auditee sebenarnya adalah dua sosok yang bisa bersimbiosis saling menguntungkan. Lalu, siapa yang menjadi musuh seorang auditor? Musuh auditor (dan auditee) adalah para pelaku penyimpangan/fraud. Apakah masih terjadi fraud di lingkungan KM PKN STAN? Untuk itu kita harus bersatu padu menjaga integritas diri kita dan saling menjaga KM PKN STAN di jalan yang benar.~ACW

Leave a Reply

Your email address will not be published.